TPN Ganjar-Mahfud Minta KPU dan Bawaslu Awasi Hasil Quick Count Liar

- 8 Februari 2024, 15:41 WIB
TPN Ganjar-Mahfud Minta KPU dan Bawaslu Diminta Awasi Hasil Quick Count
TPN Ganjar-Mahfud Minta KPU dan Bawaslu Diminta Awasi Hasil Quick Count /IST

KabarDKI.com - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud minta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meregulasi dan mengawasi secara ketat hitung cepat (quick count) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Mengingat adanya ketidakpercayaan masyarakat yang meluas terhadap lembaga-lembaga survei.

Quick count atau hitung cepat merupakan proses penghitungan suara yang dilakukan lembaga di luar KPU dengan menggunakan sampel hasil pemungutan suara dari sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"KPU dan Bawaslu harus mengatur dengan tegas dan mengawasi quick count yang liar untuk mencegah manipulasi hasil hitung cepat yang dapat memicu gejolak di masyarakat," kata Ketua Tim Penjadwalan TPN Ganjar-Mahfud, Aria Bima, di Jakarta.

Baca Juga: Mahfud MD Mundur dari Menko Polhukam, TPN: Jadi Contoh untuk Pejabat Lain

TPN mencermati beberapa lembaga survei yang secara serempak diduga melakukan upaya penggiringan opini masyarakat bahwa pemilu akan dimenangkan dengan hanya satu putaran oleh pasangan calon nomor urut 2.

Dia menyatakan bahwa narasi-narasi seperti "02 menang satu putaran" atau "pilih yang sudah pasti menang saja" terus digaungkan secara sistematis dan termasuk dalam bagian strategi memengaruhi perilaku memilih masyarakat.

Aria menganggap metodologi survei masih sangat bisa diperdebatkan secara akademik dan terbukti di beberapa tempat terdapat anomali. Misalnya, di beberapa wilayah undecided voters (orang-orang yang menyembunyikan pilihan atau benar-benar belum punya pilihan kandidat) bisa mencapai di atas 80 persen.

Dia mengacu hasil survei lembaga Indopol yang pada bulan Januari 2024 memutuskan untuk tidak merilis tingkat elektabilitas setiap pasangan calon presiden-calon wakil presiden karena selama survei berlangsung menghadapi penolakan dari responden. Hal tersebut disebabkan antara lain menolak untuk dipetakan, takut karena intimidasi, dan trauma karena pernah tidak mendapatkan bantuan sosial akibat menjadi responden.

"Kami mengajak semua pihak untuk menciptakan situasi politik yang kondusif serta menjauhkan masyarakat dari situasi kebingungan politik yang dapat berpotensi menimbulkan kekacauan pada 14 Februari 2024," ujarnya.

Halaman:

Editor: Tatang Adhiwidharta

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x