Peran Forensik Digital untuk Menguak Kejahatan di Dunia Siber

5 Januari 2024, 03:59 WIB
Peran Forensik Digital untuk Menguak Kejahatan di Dunia Siber /Pexels/Tima Miroshnichenko/

KabarDKI.com - Kemajuan teknologi era digital sekarang ini seakan menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi perannya menjadi penting untuk membantu aktivitas kita sehari-sehari, di sisi lain menimbulkan berbagai celah kejahatan pada ruang siber seperti penipuan, pemberitaan palsu, pencurian data dan lainnya.

Kemudahan dan ketergantungan pengguna teknologi digital menyebabkan munculnya berbagai modus dan motif dalam aksi-aksi kejahatan. Dalam pengungkapan kasus kejahatan siber, alat bukti untuk pembuktian tindak pidana sangat krusial.

Kebanyakan kejahatan siber meninggalkan beberapa bukti dan petunjuk. Di sinilah peran forensik digital begitu penting menguak kejahatan di dunia siber.

Baca Juga: Kampus Tempat Ghisca Debora Bernaung Kirimkan Surat Panggilan ke Orang Tua, Bakal di DO?

Forensik digital merupakan sebuah ilmu menemukan bukti dari media digital seperti komputer, ponsel, server, atau jaringan, di mana hal ini juga sesuai berdasarkan kesimpulan. Hal ini memberikan tim forensik teknik dan tools (alat) terbaik untuk memecahkan kasus terkait digital yang terbilang rumit.

Demi kebutuhan pembuktian di persidangan (pro justicia), Polri sebagai penegak hukum memiliki Pusat Laboratorium Forensik yang menangani bidang forensik digital.

Mengutip jurnal hukum Khaira Ummah, Peranan Laboratorium Forensik Polri sebagai pendukung penyidikan secara ilmiah dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang terdiri dari empat tahap:

1. Pada tahap penyelidikan turut mengolah TKP untuk menentukan perkara tersebut merupakan tindak pidana atau bukan
2. Pada tahap penyidikan, jika dalam penyelidikan peristiwa tersebut merupakan tindak pidana, maka peristiwa/kasus tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan. Dalam proses penyidikan peranan Labfor turut mendukung upaya pencarian dan pengumpulan barang bukti di TKP
3. Hasil pemeriksaan Labfor dapat dipakai sebagai pengembangan kasus
4. Hasil pemeriksaan Labfor dapat dipakai sebagai alat bukti yaitu surat/keterangan ahli

Menguak Kejahatan Dunia Siber pada Kasus Penipuan Tiker Konser Coldplay

Masih segar dalam ingatan, kejadian yang terjadi pada November 2023 lalu, dimana ramai mengenai kasus penipuan tiket konser Coldplay oleh Ghisca Debora Aritonang. Melalui akun instagramnya @tixconcert.id yang menjual tiket palsu dengan harga Rp6.250.000.

Ghisca melakukan penipuan hingga meraup keuntungan Rp5,1 miliar atau sekitar 2.268 tiket. Uang hasil kejahatannya tersebut digunakan untuk membeli barang-barang mewah seperti Tas Hermes dan Laptop Macbook Air, serta dipakai juga untuk jalan-jalan keluar negeri.

Atas tindak pidana yang dilakukan, Ghisca pun ditersangkakan dengan pasal 378 tentang penipuan atau 372 tentang penggelapan dengan ancaman 4 tahun penjara.

Korban-korban penipuan tiket konser Coldplay tersebut kemudian melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian dengan membawa serta bukti-bukti berupa resi transfer uang dan tangkapan layar pesan singkat antara akun Instagram korban dengan akun terlapor.

Dari laporan dan bukti-bukti tersebut, kemudian polisi dapat menangkap pelaku dan memulai proses penyidikan. Kasus penipuan yang dilakukan Ghisca tidak lepas dari bukti jejak digital yang kemudian dapat dibuktikan melalui forensik digital.

Tahapan dalam melakukan forensik digital ada empat, antara lain:

1. Assessment

Pemeriksa forensik digital harus netral dalam menilai bukti-bukti digital yang ada dengan tidak memberikan keringanan atau memberatkan kasus. Pemeriksaan bukti digital ini dilakukan dalam masa penyidikan, dimana status pelaku masih tersangka. Bila nanti ditemukan bukti, hal itu baru bisa digunakan dalam persidangan sebagai bahan pertimbangan hakim untuk memutuskan apakah pelaku bersalah atau tidak.

2. Acquisition

Acquisition artinya adalah bukti digital sangat rentan, dan bisa mudah rusak, hilang, dan lain lain. Seorang pemeriksa harus berhati-hati dalam menjaga keaslian barang bukti agar tidak berubah kondisinya. Misalnya pada pemeriksaan perangkat digital seperti Handphone dan Laptop agar tidak terhubung dengan koneksi internet karena dapat merubah kondisi percakapan dalam akun media sosial.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Pinpri Alias Pinjaman Pribadi yang Rawan Penipuan

3. Examination

Tujuan dari proses examination adalah untuk mengambil serta menganalisis bukti digital yang ada. Ekstrak di sini adalah mengacu pada proses pemulihan data digital yang diperoleh atau recovery informasi dari suatu media forensik. Analisisnya akan mengacu pada metode yang telah ditetapkan dan menjadi standar forensik.

Pada kasus seperti penipuan konser tiket tersebut, dapat dilihat barang bukti yang di periksa antara lain akun media sosial yang kemudian diperiksa pada bukti percakapannya. Bahwa benar ada akun media sosial yang menampilkan penjualan tiket palsu tersebut dan ada pembeli yang menjadi korban penipuan. Diperkuat lagi dengan bukti resi transfer bank untuk pembayaran bahwa benar telah terjadi pembelian terhadap tiket palsu tersebut. File - file itu dapat diperoleh juga dari tangkapan layar (screenshot) pada perangkat digital tersebut.

4.Documenting dan Reporting

Analisis dan observasi pada forensik digital tersebut kemudian dibuat dokumentasi dan laporannya. Selanjutnya laporan itu dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan. Juga terhadap pemeriksa forensik digital tadi dapat dipanggil sebagai ahli untuk menjelaskan mengenai temuan hasil forensik digital tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat kita peroleh gambaran bagaimana sebuah kasus yang meninggalkan jejak digital dapat dilakukan forensik digital untuk dibuktikan di persidangan. Karena itu, mestinya kemajuan teknologi ini digunakan secara bijak dan waspada terhadap berbagai modus penipuan di ruang siber.***

Sebuah tulisan dari:
Aulia Dwi Adhitya
Mahasiswa Pascasarjana Kriminologi
Universitas Indonesia

 

Editor: Tatang Adhiwidharta

Tags

Terkini

Terpopuler